RSS
Write some words about you and your blog here

SHORT STORY: My Life

Mungkin aku hanya bermimpi bisa melanjutkan sekolah nanti. Tidak hanya belum memiliki tujuan, aku juga sadar Bibiku tidak mungkin mampu membiayaiku untuk masuk ke perguruan tinggi. Aku bukan satu-satunya anak yang harus diurus Bibiku, dia memiliki 2 orang anak yang masih jauh perjalanan hidupnya. Sedangkan Bibiku hanya pembantu rumah tangga,dan suaminya hanya menjadi tukang ojek untuk menafkahi keluarganya. Mungkin aku bisa saja berusaha mendapatkan beasiswa agar bisa  melanjutkan sekolahku. Tapi itu hanya sebuah mimpi belaka.
Pagi ini, aku memang tidak sekolah dikarenakan libur memperingati maulid Nabi Muhammad SAW. Sejak tadi, aku sudah membantu Bibiku membersihkan rumah. Dan sekarang aku hanya memilih berdiam diri dan menerawang ke luar jendela kamar. Tugas sekolah yang sedari tadi menunggu untuk diselesaikan pun,hanya sesekali ku lirik. Bukan berarti aku malas mengerjakan tugasku, aku sudah mencoba mengerjakannya sejak tadi malam. Tapi, semuanya sia-sia, karena aku tidak bisa berpikir kritis terhadap tugasku ini. Aku hanya selalu mengeluh jika mendapatkan tugas semacam ini.
Aku melangkah malas menuju sekolah. Saat di dalam angkutan kota, langit tampak gelap. Aku pun sedikit merasa gelisah, dan tentu saja aku lupa membawa payung. Saat aku turun dari angkutan kota, hujan turun dengan derasnya serta membuat seragamku basah. Aku pun dengan segera mencari tempat berteduh sementara karena jarak ke sekolahku masih terlalu jauh jika dilalui bersama hujan. Tak berapa lama, hujan mulai reda dan tanpa aku sadari, aku telah terlambat masuk kelas. Dalam kondisi basah dan terlambat, guruku dengan segan menyuruhku keluar hingga seragamku kering. Teman-temanku hanya menatapku, ada yang menatap tak peduli, banyak yang menatapku jijik dan hanya sedikit yang menatapku iba. Tidak, bukan sedikit lebih tepatnya satu, yaitu sahabatku, Lila. Akupun hanya dapat mengangguk dan tersenyum miris menyanggupi permintaan guruku itu.
Langit sedari tadi belum memunculkan sang surya. Itulah yang membuatku sehaian ini tidak menikmati bangku sekolah. Guru macam apa yang tega melakukan ini?? Aku tahu,anak beasiswa sepertiku tak pantas berada di sekolah itu. Tapi mau bagaimana lagi, hanya ini satu-satunya cara agar aku dapat melanjutkan hidupku. Andai saja orang tuaku bersamaku saat ini. Andai kecelakaan itu tidak terjadi. Masih baik Tuhan menjagaku disebuah keluarga yang penuh kesederhanaan ini. Itulah yang ku fikirkan sedari tadi di dalam kamarku sambil menerawang ke luar kamar. Sampai akhirnya suara jeritan adik sepupuku terdengar. Saat aku beranjak keluar kamar, aku mendapati Pamanku yang terduduk di sofa tua dengan luka gores di beberapa bagian tubuhnya. Aku segera mengambil air dan membersihkan luka Pamanku. Ternyata, pamanku baru saja mengalami kecelakaan dan menyebabkan motor Pamanku rusak parah. Saat ini aku bergumam dalam hati, “ ya Allah, cobaan apalagi yang Engkau berikan??”
Waktu mungkin berlalu begitu cepat sampai akhirnya, ujian nasional tinggal dua bulan lagi. Dan aku semakin yakin tidak dapat melanjutkan studiku lagi. Bagaimana tidak? Sampai saat ini Pamanku masih belum bekerja lagi. Tidak mungkin aku bergantung pada Bibiku yang hanya bekerja sebagai pembantu rumah tangga. Sepanjang perjalanan pulang inilah aku merenung kembali. Sampai akhirnya aku melihat wanita usia sekitar 40-an lewat di depanku. Yang kurasakan adalah getar di seluruh tubuhku dan seketika tubuhku mengikuti wanita tersebut. Aku tidak asing dengan sosok itu, dia seperti seseorang yang pernah menjadi bagian penting hidupku. Saat aku sudah memastikan kebenarannya, aku segera berlari ke arahnya dan menarik tangannya. Namun saat ia membalikkan badannya, ia malah tampak bingung dan segera melepaskan cengkraman tanganku sambil berkata, “kau siapa? Mungkin Anda salah orang. Maaf”. Dia pun segera pergi namun aku mencegahnya. Dan ketika ia ingin melepaskan diri dariku, tanpa sengaja tubuhku terhempas ke tanah olehnya. Dia segera pergi tanpa berkata apapun.
Aku berjalan terlunta-lunta menuju rumah. Aku yakin aku benar. Apa salahnya aku mendatangi dia yang selama ini meninggalkanku. Akhirnya aku sampai juga di rumah. Namun, saat aku melihat raut wajah Pamanku, ada yang berbeda darinya. Seperti ada yang dia sembunyikan, bahkan gerak geriknya pun aneh. Aku hanya menatapnya sejenak dan meninggalkannya yang masih kikuk itu menuju kamar. Setelah lama aku mengurung diri di kamar, akhirnya aku memutuskan membersihkan kamar Bibiku sebelum dia pulang. Saat aku merapikan tempat tidur, aku menemukan secarik kertas di bawah bantal bertuliskan namaku. Dengan ragu aku membukanya dan mulai membacanya. Tanpa sadar aku meneteskan air mata. Dalam surat itu terdapat tulisan tangan yang sangat ku kenali.
Anakku, mafkan ibumu yang telah meninggalkanmu. Maafkan ibu yang tidak pernah menghubungimu. Maafkan kami yang lebih memilih karier kami. Maaf, ibu baru berani mengirimimu surat. Setelah kejadian 3 tahun lalu, ibu mengaku salah, nak. Ibu membiarkanmu menanggung kesedihanmu sendiri agar karier ibu tidak hancur saat diberitakan memiliki anak yang bisu. Saat itu, dengan tega ibu menyatakan bahwa kamu sedang bersekolah di luar negeri dan karena itulah kau tinggal bersama Bibimu. Maafkan Ibu yang pergi begitu saja saat itu. Dan maafkan Ayahmu sebesar-besarnya, karena Ia sudah tenang di alam sana, nak. Ayahmu meninggal karena kecelakaan seminggu lalu. Maaf Ibu baru memberitahumu sekarang. Tolong jangan cari Ibu. Ibu malu berjumpa denganmu, Ibu terlalu hina dan tak pantas bertemu denganmu.
Aku hanya meneteskan air mata tanpa mengeluarkan sedikit suara pun. Dan tanpa sadar Pamanku masuk kamar dan tampak kaget saat melihatku. Aku pun segera pergi dan seketika Pamanku hanya dapat mengucapkan maaf. Mungkin Pamanku tahu aku sedang ingin sendiri. Memang benar, sampai dua jam berlalu, tak ada satu pun yang menggangguku. Aku pun segera menyeka air mataku ketika teringat akan ujian nasional yang akan berlangsung kurang dari dua bulan lagi. Dan seketika aku sangat berambisi untuk mendapatkan beasiswa kuliah ke luar negeri. Aku tidak kuat berdiam diri dan membebani keluarga Bibiku. Dan mulai malam ini aku memulai usahaku untuk belajar sekuat tenaga.
Dan benar saja, usahaku tidak sia-sia. Hasil ujian nasional ku sangat memuaskan. Setidaknya dapat membantuku untuk mendapatkan beasiswa kuliah. Aku masih harus berjuang untuk tes itu minggu depan. Paman dan bibiku mungkin saja bangga kepadaku dengan hasil pencapaianku ini. Namun, masih saja aku teringat akan Ibuku. Ibu yang dengan tega meninggalkanku. Dan mengingat hal itu, membuatku semakin ingin meninggalkan negeri ini. Aku pun bingung mengapa aku bisa dendam seperti ini kepadanya.
Hari yang kutunggu itupun datang. Aku segera membuka website pengumuman kelulusan penerimaan beasiswa. Dan betapa terkejutnya aku saat mengetahui namaku tertera disana. Aku pun langsung memberitahu Paman dan Bibiku mengenai hal ini. Mereka pun ikut senang dan bangga oleh pencapaianku. Dan Bibiku pun menyanggupi untuk memasak banyak makanan untuk merayakan keberhasilanku ini. Sementara, aku sibuk menyiapkan berkas untuk diserahkan besok.
Keesokan harinya, dengan senang hati aku berangkat menuju salah satu universitas untuk menyerahkan berkas. Dan saat aku menyerahkannya, aku mendapati kebingungan di wajah petugas yang menerima berkasku. Lalu ia mendatangi petugas yang lain sambil berbisik kepadanya. Dan setelah itu, petugas itu berkata bahwa aku tidak diterima. Tentu saja aku kaget mendengar semua itu dan tanpa sadar air mataku menetes. Dalam hati aku bergumam, apa karena aku bisu? Dan petugas itu hanya meminta maaf kepadaku dan menyuruhku pulang. Aku pun tidak bisa diam dengan semua ini. Aku memohon-mohon kepada mereka namun tak ada yang mendengarkan. Sampai akhirya ada seseorang laki-laki datang dan bertanya apa yang sedang terjadi. Lalu akhirnya ia menyanggupi untuk bertanggung jawab atas diriku di perguruan tinggi nanti. Dia berkata bahwa bisu bukan penghalang bagiku. Dan tidak ada ketentuan bagi tunawicara untuk tidak diterima.
Aku tidak tahu bagaimana aku berterima kasih pada laki-laki itu. Dan bahkan pada Tuhan Yang Maha Esa. Berkat-nya lah aku dapat menggapai cita-citaku. Dan berkat-nya pula detik ini aku dapat menikmati keindahan Melbourne secara langsung. Dan langkahku terhenti ketika seseorang menepuk bahuku. Saat aku menoleh, aku terkejut bukan main. Aku segera melangkah dengan cepat, berusaha meninggalkannya. Namun usahaku sia-sia, dia tetap mengejarku dan tanpa sadar aku sudah terjatuh karena berusaha melepaskan diri darinya. Dalam hati aku berkata, “mau apa Ibu kembali padaku?”. Ibuku lalu memelukku dan berkata, “maafkan Ibu, Ibu janji mulai saat ini tidak akan meninggalkanmu lagi”. Namun aku melepaskan pelukan itu dan berjalan mundur. Ibuku pun bersujud kepadaku dan meminta maaf. Aku pun tak kuasa meneteskan air mata. Tetapi Ibuku sudah beranjak pergi. Aku pun berlari ke arahnya dan segera memeluknya. Ibuku balas memelukku dan tersenyum.